Tumpuk


Linguag3 essay sajak timpuk
Tumpuk

Tubuh tubuh tertarik terbelah. Sebelum mengutuk perbedaan, semua sudah membaur jadi liur puaskan mulut yang terus saling memagut.
Apa yang kau lihat ? Jika saja kau buka mata jijikmu bisa berteriak tepat di depan lubang hidung dan bibir yang baru saja kau jilat tanpa ampun.
Tapi itu sudah terkubur dalam dalam, terlupa karena bibir dan lidah lebih tau rasa cafe dan musik tengah malam.

Lupakan rambut kemilaumu. Belum lama cermin rumah pura pura manggut manggut dan sekarang kau tenggelam tidur dalam diri orang lain. Jika bosan kau pun menarik diri keluar dari lubang lubang panas. Sekuat kau paksa lepas, lumbang timbun kalian tertumpuk diatas dekap jeratan ide, meleleh basah penuh genangan keringat. Tanpa baju, tanpa pewangi dan tanpa kata sayang. Semua sudah ditanggalkan di bawah alas tidur, kalau mujur digantung bersama fikiran di langit langit masa depan.
Sayang, drama tumpuk beranjak sendirian, diri diri tetap sendiri. Lahir sendirian, hidup sendirian dan mati sendirian.

Subuh tanpa Toa dan Banjir 1.19.20

3 pemikiran pada “Tumpuk

Tinggalkan Jejak Anda